Reformasi Birokasi | Ombudsman RI
Beranda Akuntabilitas Pemerintahan Berbasis Elektronik dalam Pelayanan Publik

Pemerintahan Berbasis Elektronik dalam Pelayanan Publik

Akuntabilitas

berita4

Di era globalisasi seperti ini, teknologi digital berkembang sangat pesat. Hampir semua lapisan masyarakat tidak bisa lepas dari gawai. Penggunaan komputer dan handphone tidak hanya sebatas untuk bekerja dan berkomunikasi saja, namun digunakan dengan berbagai manfaat lainnya. Dengan hanya duduk di depan gawai, kita bisa menjelajah dunia, mencari semua informasi hanya dengan ketukan jari.

Tidak terkecuali dengan dunia pemerintahan. Tren digital ini juga ikut berkembang. Banyak instansi yang berlomba-lomba memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Harapannya, agar pelayanan publik dapat lebih transparan dan masyarakat menjadi lebih mudah terhubung dengan layanan pemerintah.

Sesuai dengan Peraturan Presiden RI Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE), SPBE diperlukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, transparan, akuntabel, serta berkualitas dan terpercaya. Maka dari itu, diperlukan beberapa faktor agar tujuan SPBE dapat terwujud.

Pertama, ketersediaan sistem yang terpadu. Berbicara mengenai teknologi dan pelayanan publik, pemerintah tentu saja harus menyediakan perangkat yang memadai dan terpadu, serta terintegrasi, mulai dari tingkat pemerintah daerah sampai dengan tingat pemerintah pusat. Kedua, menempatkan Sumber Daya Manusia yang berintegritas dan sesuai di bidangnya, serta harus dipikirkan kesesuaian jumlah kebutuhan SDM-nya agar tujuan SPBE dapat tepat sasaran dan tepat guna.

Ketiga, harus dilakukan secara berkesinambungan. Penggunaan teknologi dalam pemberian pelayanan publik harus dilakukan secara berkelanjutan dan konsisten. Jangan sampai hanya dijadikan "tren" saja, setelah itu diabaikan.

Tujuan dari dibentuknya SPBE dalam Perpres Nomor 95 Tahun 2018 ini juga sejalan dengan tujuan dari dibentuknya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 26 Tahun 2020 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Dimana terdapat delapan area perubahan yang mewakili setiap program perubahan. Salah satu yang berkaitan dengan SPBE adalah Penataan Tatalaksana.

Dalam penataan Tatalaksana, penerapan SPBE diharapkan dapat meningkatkan penggunaan dan pemanfaatan teknologi informasi dalam proses managemen pemerintah. Tidak hanya dalam pemberian pelayanan publik kepada masyarakat, namun juga tata kelola internal didalam pemerintahan. Agar efektif, efisien, dan kinerja pemerintahan meningkat. Contohnya penggunaan Sistem Informasi Pegawai (SIMPEG) dalam hal pengelolaan data kepegawaian. Dengan adanya sistem ini, memberikan kemudahan dalam pendataan pegawai, memproses perencanaan dan formasi kepegawaian, pemberian gaji, penilaian angka kredit, mutasi, sistem pelaporan, dan pengawasan.

Dalam Permenpan RB Nomor 26 Tahun 2020, penerapan SPBE juga diukur dalam beberapa indikator. Beberapa diantaranya seperti: apakah dalam kementerian/lembaga/pemerintah telah menerapkan manajemen layanan SPBE, menerapkan layanan kepegawaian berbasis elektronik, menerapkan layanan kearsipan berbasis elektronik, dan menerapkan layanan publik berbasis elektronik. Keseluruhan indikator ini harus terpenuhi, karena memberi pengaruh besar dalam pencapaian Reformasi Birokrasi pada kementerian/lembaga/pemerintah tersebut.

Selain penerapan SPBE dalam aspek internal manajemen pemerintahan, pengaruh SPBE ini juga membawa dampak besar kepada masyarakat pengguna layanan. Banyak inovasi layanan publik bermunculan yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Namun dengan adanya inovasi layanan publik berbasis teknologi informasi ini, banyak dampak positif yang timbul karenanya.

Pertama, penerapan teknologi informasi dalam pelayanan publik memberikan kemudahan kepada pengguna layanan. Masyarakat tidak harus datang ke instansi pemerintah sebagai pemberi layanan, cukup dengan mengakses halaman yang sudah dikelola oleh pemerintah, baik website atau media sosial, masyarakat sudah bisa mengetahui informasi dasar mengenai layanan yang diberikan, serta mengisi form aplikasi yang telah di sediakan.

Kedua, meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan publik. Dengan informasi yang disajikan secara terbuka melalui teknologi informasi, masyarakat mudah mengetahui SOP, persyaratan, biaya dan jangka waktu yang dibutuhkan. Hal ini dapat mencegah terjadinya maladministrasi berupa penyimpangan prosedur, penundaan berlarut, pungli dan sebagainya. Ketiga, pengaduan masyarakat terhadap pelayanan publik dapat terintegrasi, misalnya dengan membentuk sistem Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR).

Semoga dengan diterapkannya transformasi digital dalam pemerintahan, mampu memberikan nilai manfaat yang optimal, baik pada bidang administrasi pemerintahan, maupun pada bidang pelayanan publik. Sehingga mampu mendorong pelaksanaan pelayanan publik yang lebih cepat dan efisien.

Ita Wijayanti Asisten Bidang Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Perwakilan Kalsel